
PALEMBANG-Mitra Adhyaksa- Persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang pada Rabu (30/4/2025) mengungkap dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) dalam Pilkada Gubernur Sumatera Selatan 2024. Kuasa hukum Ir. H. Eddy Santana Putra, MT Nikosa Yamin Bachtiar, S.H., M.H menghadirkan sembilan saksi yang membeberkan praktik pembagian sembako dan uang oleh pasangan calon tertentu.
Fakta Pelanggaran Terungkap
Nikosa menegaskan bahwa pelanggaran tersebut bukan sekadar opini, melainkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan. “Kami tidak sedang bermain-main. Yang kami ungkap adalah bentuk nyata dari pelanggaran pemilu yang dibiarkan. Mirisnya, saksi dan pelapor justru mendapat intimidasi,” ujar Nikosa.
Sorotan Tajam ke Hakim Ketua Majelis
Pihak penggugat mengajukan permohonan penggantian ketua majelis hakim karena diduga tidak netral. Terdapat lima poin yang menuding hakim tidak netral, termasuk meminta penggugat mencabut gugatan dan menyatakan bahwa jika kuasa hukum menolak, itu berarti “pasang badan”.
Ir. H. Eddy Santana, MT: Ini Bukan Soal Kalah, Tapi Soal Demokrasi
Ir. H. Eddy Santana Putra, MT menyuarakan kekecewaannya atas proses demokrasi yang menurutnya telah tercemar. Ia berharap majelis hakim bisa objektif dan tidak memihak. “Kami ingin demokrasi yang jujur dan adil. Kalau hari ini praktik kotor dibiarkan, maka lima tahun ke depan kita bisa dipimpin oleh hasil dari transaksi, bukan dari aspirasi,” ujar Eddy.
Kasus Ini Jadi Preseden Besar
Kasus ini bisa menjadi preseden besar dalam sejarah Pilkada Sumsel, sekaligus ujian bagi lembaga peradilan dan penyelenggara pemilu. Publik kini menanti apakah PTUN Palembang akan berdiri di sisi keadilan atau terseret dalam pusaran dugaan intervensi kekuasaan.
ADENI ANDRIADI