Mitra Adhyaksa – Bolmut, Aktivitas pertambangan emas ilegal di kawasan hutan Desa Huntuk, Kecamatan Bintauna, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara, kembali menjadi sorotan tajam. Kegiatan ini diduga melibatkan penggunaan alat berat jenis excavator dan berlangsung secara terbuka tanpa tersentuh Aparat Penegak Hukum (APH)
Kepala Desa Huntuk Oldy F Kumolontang saat dikonfirmasi awak media menyampaikan bahwa para oknum pelaku tidak pernah memberikan pemberitahuan resmi terkait aktivitas PETI gunakan alat berat tersebut diwilayah hutan Desa Huntuk.
Ironisnya, meski Polres Bolmut telah memasang baliho larangan PETI sebagai bentuk peringatan hukum, publik menilai tindakan tersebut hanya bersifat simbolis tanpa diikuti langkah nyata di lapangan. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait keseriusan aparat dalam menegakkan hukum.
Lebih lanjut, Pemerintah Kabupaten Bolmut melalui Dinas Lingkungan Hidup sudah pernah mengeluarkan surat memerintahkan penghentian seluruh kegiatan pertambangan di wilayah tersebut. Namun hingga kini, aktivitas penambangan dengan alat berat diduga tetap berlangsung, menunjukkan dugaan pembangkangan terhadap instruksi resmi pemerintah.
Padahal secara hukum, aktivitas tersebut jelas melanggar ketentuan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158 menyebutkan bahwa:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Selain itu, penggunaan alat berat di kawasan hutan tanpa izin juga melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jika terbukti dilakukan di kawasan hutan lindung atau konservasi, pelanggaran ini berpotensi dikenai sanksi pidana tambahan.
Dampak dari aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum, tetapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius – mulai dari degradasi ekosistem hutan, pencemaran air, hingga ancaman longsor yang membahayakan keselamatan masyarakat sekitar.
Melihat potensi kerusakan dan pelanggaran hukum yang terjadi, publik mendesak aparat penegak hukum, terutama Polda Sulawesi Utara, untuk segera mengambil tindakan tegas. Penegakan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu menjadi kunci untuk menghentikan praktik ilegal ini, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam berlangsung secara sah dan berkelanjutan demi kepentingan publik dan kelestarian lingkungan.
(Atr)
