Pesawaran — Proyek pembangunan tanggul sungai senilai Rp2,6 miliar yang berlokasi di Desa Bunut, Kecamatan Way Ratai, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, menuai sorotan dan dugaan penyimpangan dari warga setempat. Pasalnya, proyek tersebut diduga menggunakan material batu hasil pungutan dari sungai di sekitar lokasi proyek. (04/07/2025)

Rumli, salah satu warga yang rumahnya berada tidak jauh dari lokasi pekerjaan, menyatakan kekesalannya terhadap pelaksanaan proyek yang dinilai janggal dan minim pengawasan.
“Saya ini warga sini, rumah saya tidak jauh dari proyek ini. Sejak awal saya memantau langsung dan mendokumentasikan pengerjaannya. Batu yang digunakan itu dipungut dari sungai menggunakan alat berat seperti bego atau safator,” ujarnya kepada media.
Menurut Rumli, proyek tersebut dibiayai dari anggaran Pemerintah Provinsi Lampung melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan nilai kontrak sebesar Rp. 2.683.367.900,- pekerjaan dilakukan oleh CV. AJLK, yang keberadaan dan legalitasnya dipertanyakan warga karena tidak tertera secara jelas dalam papan informasi proyek.
“Proyek sebesar ini seharusnya menggunakan batu yang sesuai spesifikasi teknis, bukan batu yang dipungut dari sungai. Selain merusak lingkungan, kualitasnya pun kami ragukan untuk penahan tebing sungai yang rawan longsor saat banjir datang,” tambah Rumli.
Warga juga mengeluhkan tidak pernah melihat kehadiran konsultan pengawas maupun perwakilan dari dinas terkait selama proyek berlangsung. “Yang kami lihat hanya para pekerja. Tidak ada pengawasan. Ini memperkuat dugaan bahwa proyek ini bermasalah,” katanya.
Rumli menyatakan, warga telah meminta pihak pengawas proyek untuk menunjukkan dokumen desain dan gambar teknis sebagai bentuk keterbukaan informasi. Jika permintaan tersebut tidak dipenuhi, warga mengancam akan menghentikan sementara kegiatan proyek di lapangan.
“Desain proyek adalah hak kami sebagai masyarakat penerima manfaat untuk mengetahui. Bila konsultan pengawas tidak bisa memberikan informasi yang kami minta, kami akan menunda pekerjaan di lapangan. Ini sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rumli menyampaikan bahwa timbunan yang digunakan dalam proyek juga diambil dari tepian sungai, bahkan memanfaatkan kembali tanggul lama yang dibangun pada 2006 di belakang rumah warga. Ironisnya, papan informasi proyek kini tidak lagi terlihat di lokasi.
“Ini proyek bernilai miliaran, tapi dikerjakan asal-asalan. Tidak ada transparansi, tidak ada pengawasan, dan material diambil seenaknya dari lingkungan sekitar. Ini patut dipertanyakan,” tutupnya dengan nada geram.
