Mitra Adhyaksa — Pontianak, Gedung Garuda, simbol kebanggaan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, berubah menjadi simbol kemunduran. Plafon bangunan megah senilai Rp. 22,3 miliar itu ambruk hanya dua tahun setelah diresmikan. Publik murka dan menuntut aparat penegak hukum — KPK, Kejati Kalbar, dan Kepolisian — segera mengusut dugaan korupsi dan kelalaian dalam pembangunan gedung ini. (29/07/2025)
Gedung Garuda, yang diresmikan bertepatan dengan HUT Pemprov Kalbar pada 28 Januari 2023, dibangun di era Gubernur Sutarmidji dengan embel-embel “modern” dan “terpadu”. Namun, kenyataannya baru seumur jagung, plafon sudah runtuh. Fakta ini membuka kotak pandora dugaan ketidakwajaran dalam perencanaan, pengadaan, hingga pelaksanaan proyek.

Kontraktor, Konsultan, dan PPK Harus Bertanggung Jawab
Informasi resmi mencatat proyek ini dilaksanakan oleh PT Sinergi Bangun Konstruksi dengan nilai kontrak Rp. 22.399.999.719 dan diawasi oleh PT ALOCITA MANDIRI sebagai konsultan pengawas (Rp. 497.812.700). Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek ini adalah Ridwan, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalbar.
Siapa yang akan bertanggung jawab? Banyak pihak menilai semua nama yang terlibat dalam proyek ini layak diperiksa oleh aparat penegak hukum.
Pola Lama, Proyek Baru: Dugaan Korupsi Berulang
“Kalau plafon bisa runtuh, jangan-jangan ada yang lebih besar ikut roboh: moralitas dan integritas birokrasi,” tegas Eka Siswanto, aktivis transparansi anggaran publik Kalbar.
Peristiwa ini mengingatkan publik pada proyek serat optik bermasalah yang kini disidik Kejari Pontianak. Banyak pihak menduga pola yang sama digunakan: mark-up anggaran, manipulasi spesifikasi, dan pengawasan fiktif demi mengebut proyek jelang akhir masa jabatan kepala daerah.
Audit Forensik dan Akses Dokumen Publik Didesak
Desakan menguat agar Kejati Kalbar, KPK, hingga BPK segera melakukan audit forensik, bukan hanya pada Gedung Garuda, tapi juga seluruh proyek strategis di masa Gubernur Sutarmidji.
“Buka semua dokumen: RAB, tender, hasil pengujian material. Kalau perlu, bentuk Tim Gabungan Independen,” desak Hadi Firmansyah, Humas DPW APRI Kalbar.
Akademisi teknik sipil dari Pontianak juga menegaskan pentingnya membuka dokumen proyek ke publik. “Ini bukan gedung pribadi, ini gedung rakyat. Maka rakyat berhak tahu kualitas dan ke mana uangnya mengalir,” ujarnya.
Gedung Megah, Kepercayaan Runtuh
Plafon bisa diperbaiki. Tapi kepercayaan publik yang hancur sulit dibangun kembali. Bagi banyak masyarakat, runtuhnya plafon Gedung Garuda adalah simbol rusaknya akuntabilitas proyek negara.
“Kalau gedung gubernur saja ambruk, bagaimana dengan sekolah, puskesmas, dan jembatan desa yang dibangun tanpa sorotan publik?” tanya seorang warga Pontianak dalam diskusi publik.
APH Tak Boleh Diam, Rakyat Tak Bisa Dibodohi Lagi
Gelombang desakan kepada Kejaksaan Tinggi Kalbar, KPK, hingga Inspektorat Provinsi kini makin menguat. Masyarakat ingin jawaban, bukan basa-basi.
“Kami bosan jadi korban proyek pencitraan. Jika aparat diam, rakyat anggap negara telah gagal membela kepentingan mereka,” tegas seorang tokoh masyarakat Kalbar.
Runtuhnya plafon Gedung Garuda bukan sekadar insiden teknis. Ini alarm keras bahwa sesuatu telah busuk sejak perencanaan. Dan rakyat kini menuntut jawaban, bukan janji. ( Amir NH )
