Bengkalis (Mitra Adhyaksa) —Gelombang kekecewaan masyarakat Bengkalis terhadap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kian membara. Pasalnya, hingga saat ini belum ada tanda-tanda pelantikan atau perpanjangan masa jabatan Kepala Desa (Kades) se-Kabupaten Bengkalis, meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan perpanjangan masa jabatan kepala desa di seluruh Indonesia. (14/10/2025)
Sumber internal di lingkungan pemerintahan Bengkalis yang enggan disebutkan namanya karena takut terhadap tekanan pejabat daerah, menyebut ada dugaan unsur kesengajaan dari Kemendagri yang terkesan mengabaikan putusan MK tersebut.
“Daerah lain sudah dilantik dan diperpanjang masa jabatannya. Tapi Bengkalis? Sampai sekarang belum ada pelantikan. Alasannya selalu menunggu surat edaran dari Menteri. Ini kan aneh dan terkesan ditahan-tahan,” ungkap sumber itu dengan nada kecewa.
Menurutnya, keterlambatan tersebut bukan sekadar administrasi, melainkan mencerminkan lemahnya kepedulian terhadap stabilitas pemerintahan desa dan kesejahteraan masyarakat.
“Nasib desa ditentukan oleh kepala daerah kita. Kalau niat memperjuangkan mantan Kades benar ada, mestinya Pemkab tidak diam. Mereka ini yang dulu menjalankan roda pemerintahan desa, mengabdi untuk rakyat. Tapi sekarang seolah dilupakan,” ujarnya.
Sikap diam Kemendagri ini menimbulkan tanda tanya besar. Sebab, beberapa kabupaten di provinsi lain sudah melantik dan memperpanjang masa jabatan kepala desa berdasarkan putusan MK. Namun, Bengkalis justru tertahan tanpa alasan jelas.

Tokoh masyarakat Bengkalis sekaligus pemerhati pembangunan desa, Dr. Mujizat Tegar Sedayu, S.H., M.H., IFHGAS, menilai pemerintah pusat, khususnya Kemendagri, harus lebih peka terhadap gejolak di daerah.
“Jangan anggap sepele. Kalau dibiarkan berlarut-larut, ini bisa menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Diam bukan berarti takut. Tapi kesabaran rakyat Bengkalis ada batasnya,” tegas Tegar.
Ia juga menyoroti pentingnya langkah konkret dari Pemkab Bengkalis untuk melakukan “jemput bola” ke Kemendagri agar surat edaran (S.E) segera diterbitkan, sehingga pelantikan perpanjangan masa jabatan kepala desa bisa segera dilakukan sesuai putusan MK.
Sementara itu, seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Bengkalis menuturkan perbedaan mencolok antara Kepala Desa hasil pilihan rakyat dengan Pejabat (Pj) Kades yang ditunjuk.
“Kalau Kades yang dipilih masyarakat, mereka itu tinggal di desa, tahu kondisi warganya, 24 jam siap kalau dibutuhkan. Tapi kalau Pj datang sesukanya saja, jarang di lapangan. Masyarakat sudah mulai jenuh,” ujarnya lugas.
Masyarakat Bengkalis kini berharap kepada Presiden RI Prabowo Subianto agar menaruh perhatian serius pada persoalan ini. Mereka yakin, di bawah kepemimpinan Prabowo, rakyat Bengkalis tidak akan dibiarkan menjadi korban kebijakan yang tidak adil.
“Kami yakin Pak Prabowo dan pejabat-pejabat pusat tidak akan membeda-bedakan daerah. Jangan sampai rakyat merasa seperti anak tiri di negeri sendiri,” kata Tegar menutup pernyataannya.
Publik menilai jika benar Kemendagri menunda pelaksanaan putusan MK tanpa dasar hukum yang jelas, maka hal ini bukan sekadar pelanggaran administratif melainkan bentuk pengabaian terhadap supremasi konstitusi. Putusan MK bersifat final dan mengikat, bukan untuk ditawar atau ditunda sesuai selera birokrasi.
Pertanyaannya sederhana: Siapa yang bermain di balik diamnya Kemendagri?
Rakyat Bengkalis menunggu jawaban bukan alasan.
( Red )
